PMBA Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak menurut WHO
PMBA Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak menurut WHO
Pemberian makan yang tidak tepat dapat mengakibatkan anak mengalami malnutrisi, gizi buruk, kecerdasan otak tidak maksimal, menurunkan daya tahan tubuh dan pertumbuhan serta perkembangan terhambat. Pemberian makan yang tepat pada bayi dan anak dapat mempengaruhi kenaikan berat badan secara optimal sehingga anak dapat mengalami pertumbuhan dan berkembangan dengan sehat dan baik. Berat badan digunakan untuk memonitor pertumbuhan anak apabila ada masalah dapat diketahui sejak awal sehingga pencegahan dan penanganan dapat segera dilakukan.
Pemberian Makan pada Bayi dan Anak atau sering disingkat dengan PMBA merupakan salah satu program pemerintah untuk menurunkan angka kematian anak dan meningkatkan kualitas hidup ibu sesuai dengan Millenium Developments Goals yang keempat dan kelima. Selain itu, program PMBA juga bertujuan meningkatkan status gizi dan kesehatan, tumbuh kembang dan kelangsungan hidup anak di Indonesia (Depkes, 2010).
Menurut WHO dan UNICEF tahun 2003 dalam penelitian Anis (2013) bahwa yang tercantum dalam Global Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO dan UNICEF merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan dalam praktik PMBA yaitu memberikan air susu ibu (ASI) kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, memberikan ASI saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, memberikan makanan pendamping air susu ibu (MPASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan serta meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih.
Anak yang mendapatkan nutrisi yang adekuat tidak dapat dipastikan bahwa anak tumbuh dan berkembang dengan baik, apalagi jika nutrisi yang diterima anak tidak adekuat maka dapat menghambat anak mencapai derajat kesehatan yang optimal (Purwitasari, 2009). Menurut Paath, dkk (2005) menyebutkan bahwa kebutuhan nutrisi anak bervariasi sesuai dengan status kesehatan, pola aktivitas dan laju pertumbuhan anak. Semakin besar laju pertumbuhan anak, maka kebutuhan nutrisi anak semakin besar juga. Menilai pola pertumbuhan tentang kebutuhan nutrisi dapat dibuat berdasarkan usia anak, meskipun pola pertumbuhan anak bersifat individual.
Pemberian makanan pendamping terlalu dini ataupun terlambat merupakan masalah yang umum yang sering terjadi di masyarakat. Pemberian variasi makanan pada anak sangat dibutuhkan karena anak memerlukan asupan nutrisi yang berbeda-beda. Selain praktek yang kurang tepat dalam pemberian makanan, kebiasaan masyarakat juga sangat berpengaruh. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian makan pada bayi dan anak yang meliputi usia anak, frekuensi pemberian makanan dalam sehari, jumlah pemberian makanan atau porsi untuk sekali makan, tekstur makanan, variasi makanan, memberikan makanan secara aktif/ responsive pada anak dan selalu menjaga kebersihan (Silawati, dkk, 2013).
Menurut Supariasa (2011) apabila asupan nutrisi yang diberikan kurang, maka akibat yang akan terjadi pada bayi yaitu malnutrisi, mengalami gizi buruk, kecerdasan otak tidak maksimal, menurunkan daya tahan tubuh dan pertumbuhan serta perkembangan yang terhambat. Selain itu, Dobbing dalam Suharjo (2010) menyatakan bahwa terdapat “masa kritis” dalam perkembangan otak manusia di mana pada masa otak berkembang cepat adalah masa yang sangat rawan terhadap gangguan gizi kurang dan ini berada sejak tiga bulan dalam kandungan sampai umur dua tahun, karena jaringan otak anak yang tumbuh normal akan mencapai 80% berat otak orang dewasa sebelum berumur 3 tahun, jika terjadi gangguan gizi kurang dapat menimbulkan kelainan-kelainan fisik maupun mental. Sehingga dapat disimpulkan bahwa anak yang pernah mengalami gizi kurang sewaktu masih bayi memiliki tingkat kecerdasan IQ yang lebih rendah, dibandingkan dengan anak yang tidak pernah mengalami gizi kurang sewaktu bayi.