Waspadai Generasi BLAST
Tibalah saatnya kelompok saya mendapat giliran tampil. Horeeey! kelompok terakhir. Menunggu sekian purnama. Tema-tema menarik lainnya sudah diambil. Inilah materi yang kami sajikan sebagai pembuka.
Pebisnis Pornografi Mengintai Anak Kita
Pernahkah terbayangkan anak-anak ini akan mengisi semua posisi penting di negeri ini? Ada yang menjadi guru, petani, pegawai negeri, pengusaha, dokter, seniman, tentara, peneliti, sampai presiden.
Di indonesia saat ini ada 90 juta lebih anak dan remaja berusia 0-19 tahun, mereka adalah Digital Native, atau penduduk dunia digital, yaitu generasi yang sejak kecil sudah terbiasa dengan kecanggihan teknologi digital. Namun kondisi umum anak dan remaja tersebut saat ini sedang dalam kondisi memprihatinkan. Mereka BLAST, hidup mereka membosankan, mereka kesepian, mereka memendam amarah dan rasa takut, mereka tertekan dan lelah dengan keadaannya.
Mengapa? Karena mereka dipaksa mampu baca-tulis-hitung sejak usia sangat kecil. Perhatian orang tuanya pada pelajaran semata. Beban pelajaran sangat berat. Belum lagi jika mengalami ‘kekerasan’ di sekolah. Ia kesepian. Tidak tahu harus curhat pada siapa. Wajar bila anak merasa stres. Akhirnya, ia mencari kegiatan yang membuatnya senang. Dan kebanyakan dari mereka menghabiskan waktu dengan handphone-nya.
Handphone telah menjadi orang tua pengganti bagi mereka. Rata-rata mereka memakai handphone 9 (sembilan) jam perhari. Melihat isi dunia internet yang baik maupun yang buruk dan tidak terbatas jumlahnya. Di antaranya juga ada gambar tulisan atau video yang sengaja disebarkan oleh pebisnis pornografi.
Menurut Ahli Terapi Kecanduan Pornografi, Marc Prensky, “pebisnis pornografi mengincar anak-anak BLAST sebagai target utama bisnis mereka.”
Saat belum ada internet, pornografi ibarat makanan beracun. Kita hanya akan keracunan jika memakannya. Tapi kini, internet menjadikan pornografi seperti virus, yang dapat bergerak dan memperbanyak diri tanpa terkendali sehingga dapat menyerang dari segala arah.
Marc benar!
Terbukti dari penelitian Yayasan Kita dan Buah Hati pada tahun 2014, “92 dari 100 anak kelas 4, 5 dan 6 SD telah melihat pornografi.”
Kita mengira anak akan cepat lupa apa yang dilihatnya. Padahal otak mereka seperti spons. Mereka mampu mengingat apa yang mereka lihat walaupun hanya sekilas. Sayangnya, bagian otak anak yang mampu membedakan baik dan buruk belum berkembang sempurna. Akibatnya, anak menganggap apa yang dilihatnya sebagai suatu hal yang wajar, tidak tahu mana yang pantas ditiru dan mana yang diabaikan. Maka ketika melihat pornografi anak juga akan cenderung meniru. Fungsi pertimbangan yang belum sempurna membuat anak melakukan segala sesuatu berdasarkan keinginan belaka. Inilah sebabnya pornografi internet menjadi jauh lebih bahaya.
“Sadarkah bahwa anak kita adalah target pebisnis pornografi?”
“Apa kita tahu ‘apa saja’ yang terjadi dalam hidup anak kita?”
Keringnya hubungan orang tua dan anak, orang tua kurang sensitif terhadap pornografi dan kebiasaan orang tua menganggap pornografi sebagai humor, adalah situasi yang sebenarnya sangat membahayakan bagi anak. Bencana yang paling besar adalah ketika para orang tua tidak sadar ada bencana.
Lindungi anak kita dari bencana pornografi dan kejahatan seksual. Mari dimulai dengan mengasuh anak kita sendiri secara benar dan baik. Menyelamatkan satu anak sama dengan menyelamatkan kemanusiaan.
Sumber :
- www.semai.org
0 komentar:
Posting Komentar