One Love is All We Need
22 Desember 2012
Aku hanya merasakan perutku sakit. Seperti ada dorongan yang kuat. Sakit itu semakin terasa, dan kudengar suara bidan teriak, "jangan ditahan!". Bidan ternyata mendorong perutku dengan pijatan yang kuat. Spontan aku menahan perutku. Kepala bayi sudah terlihat dan aku tidak ada tenaga lagi.
"Aduh.. lepas!" lirih dokter pelan. "Ok, sekali lagi ya. Kalau gagal lagi terpaksa harus operasi" Suara dokter terdengar sayup-sayup padahal seharusnya aku membantu usaha dokter untuk mengeluarkan bayiku.
Usaha pertama menarik bayiku keluar dengan vakum gagal. Aku merasa capek. Untuk membuka matapun tidak kuat lagi. Aku tidak bisa ingat apa yang dokter instruksikan.
Tubuhku seperti melayang. Suamiku semakin erat menggenggam tangan. Aku tidak merasakan apa-apa. Tidak ada perlawanan.
Tiba-tiba kudengar tangis bayi. Mataku terbuka perlahan. Suara tangis itu semakin kencang seperti sedang mendekat. Dokter memegang bayi di atas perutku. Seolah mengajakku untuk menyambutnya. Bayi besar dengan rambutnya yang hitam lebat. Tubuhnya tampak berwarna kebiruan seperti langit yang berkilap memantulkan cahaya lampu.
"Kalau tau sebesar ini, saya akan langsung menyarankan operasi" Dokter mengomel dengan lirikan meledek. Aku tertawa memaksa dan menjulurkan tanganku. Dokter menaruhnya di dadaku. Kakinya pas di atas perutku. Bergerak menendangku. Seperti bayi yang sedang merangkak. Ia menjilat tangannya. Matanya membuka. Ia terus merangkak hingga aku merasakan tubuhnya bergerak menuju payudara kiri. Kepalanya mengangkat dan mematuk seolah memijat payudaraku. Sembilan puluh menit akhirnya ia menyusu hingga tertidur. Walau sempat matanya tertutup beberapa menit. Tubuhku masih lemas.
***
22 Desember 2017
One love for the mother's prideAh sial. Kenapa lagu ini. Gumamku dalam hati saat perjalanan menuju Serang, ke sebuah sekolah yang ada di pinggir kota.
One love for the times we cried
One love gotta stay alive
I will survive
One love for the city streets
One love for the hip-hop beats
One love, oh, I do believe
One love is all we need
Tidak percuma punya Om kepala sekolah. Demi kelancaran penelitian, jarak tempuh 80 kilometer-pun harus dilalui setiap hari. Perjalanan ini memakan waktu dua jam. Belum lagi macetnya ibukota memperpanjang waktu tempuh. Suasana sekolah yang tentram jauh dari hiruk pikuk keramaian memang membayar semua lelah perjalanan.
Kali ini aku ditemani Ami.
Ami asyik bernyanyi mengikuti irama lagu "One Love" dinyanyikan oleh Band Blue yang menjadi idola di tahun 90'an. Irama lagu ini memang asyik, tidak heran kalau Ami bernyanyi sambil berjoget. Beberapa kali menolehku dan mendorong badanku, seolah mengajak bernyanyi. Aku harus tetap fokus menyetir. Bukan takut menabrak mobil di depan karena kecepatan 40 km/jam. Tapi karena lagunya.
Lagu ini mengingatkanku pada seseorang. Kejadian empat belas tahun lalu berputar layaknya film lama yang disiarkan ulang. Dia masih sangat muda, baru saja duduk di bangku SMA. Dan Serang selalu menjadi kota kenangan.
****
22 September 2012
Sinta melahirkan bayi perempuan dengan berat 3.6 kilogram melalui persalinan normal. Di saat aku sedang berlibur ke Thailand bersama Ami. Aku sengaja memilih berlibur ketika Sinta mengabarkan sudah ada tanda-tanda persalinan. Aku tidak ingin bertemu dengan dia. Suami Sinta. Mantan pacarku.
****
Ini merupakan salah satu tugas Rumah Belajar Menulis Ibu Profesional Banten. Hari ke-2. Cerita sebelumnya di sini
0 komentar:
Posting Komentar